Syekh Atas Angin 1
Kamis, 15 Agustus 2013
Syekh Natas Angin (1)
Putra Raja Kerajaan Goa Sulawesi
Kerajaan Demak sebagai kerajaan
Islam pertama di Pulau Jawa adalah berkat dukungan Walisango. Namun belum banyak yang mengetahui Pangeran Natas Angin yang berasal dari
Kerajaan Gowa, Makassar Sulawesi Selatan yang ikut memperjuangkan kejayaan
kerajaan Demak Bintoro. Berikut ini kisahnya.
Pangeran Natas Angin aslinya
adalah seorang bangsawan yang berasal dari Kerajaan Gowa di Sombaopu, Makasar,
sulawesi selatan. Lahir pada tahun 1498. Siapa areng ri kale (nama
kecilnya) tidak diketahui, sedang areng paddaengang (nama gelar
kebangsawanannya) adalah Daeng Mangemba Nattisoang.
Ayahanda Daeng Mangemba
Nattisoang (Pangeran Natas Angin) adalah Raja Gowa ke-9 bernama Karaeng
Tumapa’risi Kalonna yang memerintah Kerajaan Gowa pada tahun 1491 – 1527.
Ibundanya bernama I Malati Daeng Bau’, puteri dari salah seorang pembesar kerajaan
Tallo yang tinggal di daerah Marusu’.
Konon isteri Raja Gowa ke-9 itu
banyak. Dari perkawinannya dengan I Malati Daeng Bau’, hanya menurunkan seorang
putera yaitu Daeng Nattisoang. Karena ibunda Pangeran Natas Angin ini hanya
seorang puteri pembesar kerajaan Tallo atau bukan puteri raja, maka darah
kebangsawanannya dianggap kurang penting. Dengan demikian darah kebangsawanan
Pangeran Natas Angin ini-pun dalam tata urutan Raja-raja Gowa dianggap kurang
tinggi. Karena termasuk golongan anak sipuwe (anak separoh) dan bukan
merupakan anak pattola (putera mahkota) yang paling memenuhi syarat
berhak untuk menggantikan raja.
Masa kecil Pangeran Natas Angin
hidup dalam lingkungan keluarga kerajaan Gowa yang taat pada agama/kepercayaan
leluhur. Saat itu pengaruh Islam sama sekali belum masuk ke dalam lingkungan
keluarga kerajaan Gowa. Sejak kecil Pangeran Natas Angin sudah getol
mempelajari berbagai macam ilmu kanuragan dan ilmu kesaktian. Guru yang
membimbingnya sejak kecil bernama Daeng Pomatte'. Daeng Pomatte' ini adalah
kakak kandung I Malati Daeng Bau', ibunda Pangeran Natas Angin.
Setelah I Malati Daeng Bau'
dijadikan selir oleh raja Gowa ke-9, Daeng Pomatte' ikut pindah ke Gowa dan
diberi kedudukan sebagai “Juru tulis" kerajaan. Jadi guru Pangeran Natas
Angin ini sebenarnya masih termasuk mamak atau pamannya sendiri
Sejak usianya tujuh tahun ia
sudah sering diajak oleh gurunya pergi ke suatu tempat -yang dilalui angin
kencang, berjurang terjal di antara bukit-bukit yang menjulang tinggi di dekat
pantai Selat Makassar. Di tempat yang dilalui angin kencang inilah Pangeran
Natas Angin berlatih Ilmu kanuragan dan ilmu tenaga dalam dengan cara berlatih menolak
atau menghalau angin dengan kedua telapak tangannya.
Berkat kegigihan semangat,
ketekunan, keyakinan, serta penghayatannya dalam berlatih ilmu, akhirnya
pangeran Natas Angin memperoleh keberhasilan. Pada usia sembilan tahun sudah
berhasil menguasai ilmu "tolak angin", yaitu kemampuan menghalau
angin dengan kedua telapak tangannya sehingga angin berbalik arah.
Kemampuan Pangeran Natas Angin
dalam menghalau angin ini akhirnya diketahui oleh orang banyak, termasuk juga
diketahui oleh pihak keluarga kerajaan. Karena kemampuannya
"menghalau" angin tersebut, lantas masyarakat adat Kerajaan Gowa
memberinya nama sebutan "Mangemba", bahasa Makassar berarti
"menghalau". Sejak saat itu namanya dikenal dengan Daeng Mangemba
Nattisoang, bahasa Makassar berarti "Pangeran yang Menghalau Angin"
Laskar Pati Unus
Meskipun Pangeran Natas Angin
hanya seorang anak sipuwue, namun karena memiliki ilmu kesaktian yang tinggi,
ia sering diajak mendampingi ayahandanya berperang untuk menaklukkan
kerajaan-kerajaan lain. Pada tahun 1511 Pangeran Natas Angin berjasa dalam menaklukkan
negeri Garassi, yaitu dengan cara menghempaskan panglima perang kerajaan
Garassi dengan pukulan tenaga dalam. Akibat pukulan itu, bagian belakang kepala
panglima perang Garassi membentur batu dan akhirnya tewas.
Pada suatu hari dalam tahun 1512,
Pangeran Natas Angin diajak ayahandanya untuk mendampingi baginda memerangi
orang-orang Islam dari Jawa yang tinggal di Kampung Pammolingkang,
daerah sekitar Gowa. Komunitas Islam dari Jawa yang tinggal di daerah sekitar
Gowa ini berjumlah sekitar 100 orang, dan dipimpin oleh Kyai Sulasi, orang Gowa
menyebutnya I Galasi.
Raja Gowa ke-9 memerangi
orang-orang dari Jawa karena termakan hasutan sahabat barunya, yaitu
orang-orang Portugis yang telah berhasil menguasai Malaka sejak tahun 1511.
Portugis mengatakan kepada baginda, bahwa orang-orang Islam dari Jawa yang
tinggal di sekitar Gowa itu harus diperangi karena mereka adalah sekutu Katir,
yaitu seorang pemuda dari Jawa (Jepara) yang sering mengadakan perlawanan
terhadap orang-orang Portugis di perairan Selat Malaka.
Pemuda Katir ini di mata
orang-orang Portugis di-cap sebagai seorang bajak laut di perairan Selat
Malaka yang paling ditakuti. la sering memblokir dan merompak kapal-kapal
dagang pengangkut beras kiriman dari Jawa yang di-impor Portugis untuk
memenuhi kebutuhan Malaka. Sehingga orang-orang Portugis mengalami kekurangan
makanan. Apabila Katir memiliki cukup bekal bahan makanan, maka perlawanan
terhadap Portugis diteruskan. Namun jika Katir kehabisan bekal makanan, maka
perang dihentikan dan akan diteruskan lagi setelah memperoleh bekal bahan
makanan.
Katir adalah putera salah seorang
pembesar Kerajaan Demak, sedangkan Kyai Sulasi adalah putera Syeh Khadlir
Mularasa, seorang ulama asli dari Demak.
Namun sebelum perang besar
terjadi, untuk menghindari jatuhnya banyak korban dari rakyat kecil yang tidak
berdosa, Kyai Sulasi segera membuat siasat cerdik. Ia menantang raja Gowa untuk
berduel adu kesaktian.
Karaeng Tumapa'risi Kallona
adalah seorang raja kesatria yang gagah berani. Baginda menyambut baik tantangan
duel dari Kyai Sulasi. Prajurit masing-masing pihak diperkenankan menonton duel
tersebut secara terbuka. Setelah melalui pertarungan yang sengit, akhirnya
baginda raja mengakui kesaktian Kyai Sulasi.
Pada pertarungan tersebut,
Pangeran Natas Angin tidak mau membantu ayahandanya karena mengetahui bahwa
ayahandanya berada di pihak yang keliru. Ia hanya menonton saja ketika leher
ayahandanya mengalami cidera terkena jurus pukulan jarak jauh yang dikirimkan
oleh Kyai Sulasi.
Melihat kenyataan tersebut,
baginda raja tidak marah kepada puteranya yang tidak mau membantunya. Rupanya
baginda menyadari kekeliruan sikapnya karena telah menuruti kemauan Portugis
memerangi orang-orang Islam dari Jawa, yang sebenarnya tidak memiliki kesalahan
terhadap raja. Bahkan akhirnya, baginda justeru mengabulkan niat putranya yang
ingin ikut membantu perjuangan "Laskar Pati Unus" untuk menggempur
Portugis di Selat Malaka, yang direncanakan akan dilancarkan pada tanggal 1
Januari 1513. HUSNU MUFID
0 komentar:
Posting Komentar