Syekh Atas Angin 2
Kamis, 15 Agustus 2013
Kisah Syekh Natas Angin (2)
Menundukkan Angin Topan di Laut
Setelah mendapat restu dari
ayahandanya, Daeng Mangemba Nattisoang pun segera ikut berlayar bersama Kyai
Sulasi. Dalam perjalanan dari Gowa menuju Selat Malaka, kapal yang ditumpangi
Kyai Sulasi berangkat dari Pammolingkang menuju Laut Jawa untuk bergabung
dengan "Laskar Pati Unus" di Pelabuhan Jepara. Berikut ini kisahnya.
Dari Pelabuhan Jepara selanjutnya
armada Demak yang dipimpin oleh Pangeran Pati Unus akan berangkat secara
bersama-sama ke Selat Malaka. Tercatat dalam buku Sejarah Nasional Indonesia
III (Nugroho Notosusanto,1993 : 50), bahwa kekuatan armada Demak yang
dikerahkan ke Selat Malaka berjumlah 10.000 prajurit yang mengendarai 100 jung
(kapal).
Rute yang ditempuh adalah:
Pelabuhan Jepara, melewati perairan Selat Bangka, Selat Berhala, perairan Riau,
dan akhirnva menuju Selat Malaka. Ketika armada Demak sampai di perairan Selat
Berhala (perairan di sebelah barat Pulau Singkep), armada Demak terhambat oleh
amukan badai topan. Akibat serangan badai tersebut, beberapa kapal armada Demak
mengalami kerusakan, bahkan ada kapal yang terbalik sehingga prajuritnya
tercebur ke laut dan akhirnya tewas.
Melihat keadaan yang sangat
membahayakan itu, Daeng Mangemba Nattisoang cepat mengambil inisiatif dan
segera bertindak. llmu "Menolak Angin" yang dikuasainya segera
diamalkannya Atas izin Tuhan Yang Maha Kuasa, angin topan tatas
(berhasil dihalau) oleh Daeng Mangemba Nattisoang sehingga akhirnya armada
Demak bisa melanjutkan perjalanan sampai ke Selat Malaka.
Oleh sebab jasanya berhasil
"mengatasi" angin topan yang menggila tadi, Pangeran Pati Unus
berkenan menganugerahkan nama sebutan "Pangeran Penatas Angin"
sebagai pengganti nama Daeng Mangemba Nattisoang yang agak sulit diucapkan oleh
lidah orang Jawa. Nama ini sesuai dengan nama gelar dari negeri asalnya
Daeng "Mangemba" Nattisoang, bahasa Makassar artinya "Pangeran
yang menghalau angin”. Nah, sejak saat itu nama "Pangeran Penatas
Angin" atau ”Pangeran Natas Angin" menjadi lebih dikenal oleh
masyarakat luas hingga sekarang.
Setelah badai topan reda, akhirnya
armada Demak berhasil rnencapai Selat Malaka. Perang besar antara armada Demak
dan armada Portugis pun tidak terelakkan lagi. Tercatat dalam sejarah, perang
terjadi pada tanggal 1 Januari 1513. Dalam perang tersebut armada Demak
mengalami kekalahan telak. Dari 100 kapal dengan 10.000 prajurit, hanya tinggal
tujuh buah kapal dengan sekitar 700 prajurit yang selamat dan kembali ke Jawa.
Sungguh pilu hati Pangeran Natas
Angin menyaksikan kekalahan tragis armada Demak tersebut. Senjata dari
kapal-kapal Portugis dirasakan terlalu berat untuk dilawan. Daya bunuh meriam
dari kapal-kapal Poilugis sangat besar, sehingga dalam waktu yang singkat saja
bisa menghancurkan puluhan kapal-kapal armada Demak dan menewaskan ribuan
prajuritnya.
Peristiwa tersebut, numbuhkan
rasa simpati Pangeran Natas Angin terhadap armada Demak, dan memuncuIkan anti
pati (kebencian) terhadap orang-orang Portugis.
Terdorong oleh rasa simpatinya
terhadap armada Demak yang semuanya adalah orang-orang Islam dari Jawa,
akhirnya Pangeran Natas Angin memutuskan untuk berhijrah ke Demak. Ia tidak mau
pulang ke Gowa, melainkan terus ikut kapal Kyai Sulasi pergi ke Jawa untuk
berguru ilmu-ilmu agama lslam sambil nrengabdikan diri di Kerajaan lslam Demak.
Murid Sunan Kalijaga
Sudah bulat tekad di dalam hati
Pangeran Natas Angin untuk berhijrah ke Demak meninggalkan tanah kelahiran dan
sanak keluarganya, meninggalkan segala kemewahan dunia sebagai putera raja,
juga meninggalkan tradisi spiritual yang sangat pekat diwarnai oleh ketaatan
ajaran kepercayaan leluhur di Kerajaan Gowa secara turun temurun.
Keterlibatannya dalam membantu
perang besar antara armada Demak dengan Portugis di Selat Malaka telah
memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga bagi Pangeran Natas Angin.
Bahwa ternyata, kebahagiaan hidup itu tidak dapat dicapai hanya melalui
kemewahan harta dunia. Orang bisa mencapai kebahagiaan hidup yang sempurna,
justru setelah ia mampu "meninggalkan keduniawian" dengan ikhlas.
Pendapat ini dipahaminya melalui
peristiwa nyata, yang ditangkap dari sikap ksatria yang telah dicontohkan oleh
ribuan prajurit Demak yang telah gugur dalam perang besar melawan penjajahan
Portugis di Selat Malaka.
Selama dalam perjalanan ke Jawa,
Pangeran Natas Angin memperoleh banyak penjelasan berharga dari Kyai Sulasi (l
Galasi), bahwa para prajurit Demak sanggup berperang dengan gagah berani dan
mereka rela berkorban apa saja demi membela kebenaran dan keyakinan agamanya
(lslam). Dalam pandangan lslam diyakini, bahwa "cinta tanah air'' adalah
sebagian dari iman kepada Allah SWT.
Orang-orang portugis, di mata
prajurit Demak dipandang sebagai Bangsa asing pendatang yang ingin menjajah dan
menguasai Negeri-negeri di Nusantara. Dengan melakukan politik monopoli
perdagangan di Selat Malaka, orang-orang Portugis terbukti sudah mengganggu dan
mengancam kepentingan umum. Maka berperang melawan mereka itu wajib hukumnya,
dan nanti mati di dalamnya adalah syahid (mati di dalam perjuangan
membela kebenaran dan keadilan).
Kyai sulasi menjelaskan kepada
Pangeran Natas Angin, mati syahid adalah dambaan bagi setiap orang Islam karena
dijanjikan oleh Allah akan memperoleh pahala surga. Surga adalah sebaik-baik
balasan dari Allah di alam akhirat kelak, dan surga Allah hanya bisa diraih
seseorang melalui perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Surga Allah itu
akan ditemukan kelak di alam akhirat, tetapi jalannya harus dicari dan
diperjuangkan sejak kita masih hidup di dunia ini melalui amal perbuatan dan
ibadah-ibadah sesuai ketentuan agama.
Para prajurit Demak yang beragama
Islam melihat bahwa perang besar melawan orang-orang Portugis adalah
"jalan" untuk menuju surga Allah. Itulah sebabnya mereka
berbondong-bondong menempuh jalan secara ikhlas, semata mencari ridlo Allah.
Begitulah, selama dalam
perjalanan menuju Jawa tersebut Pangeran Natas Angin telah banyak bertukar
wawasan tentang “kemuliaan hidup” dengan Kyai Sulasi, sahabat barunya. Dari
perbincangannya dengan Kyai Sulasi itu hati Pangeran Natas Angin mulai tertarik
ingin mempelajari agama Islam lebih dalam lagi.
Lantas keinginan hatinya itu
disampaikannya tanpa ragu kepada Kyai Sulasi. Kyai sulasi menyarankan jika
Pangeran Natas Angin ingin mempelajari lebih dalam lagi tentang agama Islam,
maka sebaiknya ia berguru kepada Kanjeng Sunan Kalijaga. Namun untuk bertemu
dengan Kanjeng Sunan Kalijaga itu, tidak gampang karena beliau sering
berpindah-pindah tempat untuk mengajarkan agama lslam kepada para penduduk.
Kyai Sulasi memperoleh kabar, bahwa terakhir kali Kanjeng Sunan Kalijaga berada
di Kadipaten Tegal. Oleh karena itu ia segera membawa kapalnya langsung menuju
ke Pelabuhan Tegal. Setelah kapal berlabuh di pelabuhan tegal, Pangeran Natas
Angin berpisah dengan Kyai Suiasi. Selanjutnya Pangeran Natas Angin bermukim di
pesisir tegal hingga dua tahun.
Mengingat bahwa Pangeran Natas
Angin itu adalah seorang pemuda keturunan raja tentu kepergiannya ke tanah Jawa
sudah berbekal berbagai macam ilmu dan berbudi pekerti yang luhur. Maka tidak
mengherankan jika dalam waktu yang singkat saja Pangeran Natas Angin sudah
dapat hidup membaur dengan masyarakat setempat. Pangeran Natas Angin adalah
seorang pemuda gagah yang berwatak keras, namun hatinya lembut. Ia gemar
memberi pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Orang yang
sakit diobati, orang miskin disantuni, orang yang lemah dibela, budak belian
dimerdekakan.
Demikianlah perlakuan Pangeran
Natas Angin kepada para penduduk di sekitar Pantai tegal pada waktu itu. Sikap
dan perlakuan Pangeran Natas Angin membuat dirinya mudah diterima dalam bergaul
dengan orang banyak. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat Pangeran
Natas Angin sudah dikenal dan dihormati penduduk setempat. Sambil menjalani
kehidupan sehari-harinya di pantai Tegal, Pangeran Natas Angin terus-menerus
memasang telinga untuk mendengar khabar dari warga tentang keberadaan
Kanjeng Sunan Kalijaga. Setelah bermukim di pantai Tegal selama dua tahun,
akhirnya Pangeran Natas Angin melanjutkan perjalanan mencari Sunan Kalijaga ke
Negeri Demak. Tahun 1515 M Pangeran Natas Angin sampai di Demak.
Singkat cerita Pangeran Natas
Angin Akhirnya bertemu dengan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga bersedia
membimbing Pangeran Natas Angin dalam mempelajari keluasan ilmu-ilmu Islam,
tetapi dengan syarat Pangeran Natas Angin harus lulus ilmu pandadaran
atau ujian terlebih dahulu. maksud diadakannya ujian ini untuk mengetahui
kemampuan awal serta untuk mengukur seberapa besar kemantapan hati Pangeran
Natas Angin ingin berguru kepada Kanjeng Sunan Kalliaga. Dengan mengetahui
kemampuan awal siswa, maka sang Guru akan dapat memberikan pelajaran yang tepat
dan bijaksana kepada siswanya. HUSNU MUFID
0 komentar:
Posting Komentar